ASY'ARIYYAH AW MATURUDIYYAH DALAM I'TIQOD | SALAH SATU DARIPADA EMPAT MADZHAB DALAM FIQIH | BERTARIQAT DALAM TASAWUF

Thursday, August 27, 2015

Bila Kitab Bulughul Maram disyarahkan/dijelaskan oleh Mereka yang justru menentang Madzhab Si Penyusun Kitab.

Foto: Ustadz Ahmad Sarwat bersama Habib Ali bin
Abdurrahman al Habsyi, Tebet
(sumber: fp ahmad sarwat).
Salah satu tragedi besar yang menimpa kitab turats warisan para ulama salaf adalah Bulughul Maram. Sebuah kitab ringkas terdiri 1500 an hadits hadits hukum.

Kitab ini disusun oleh ahli hadits senior kenamaan sekaligus juga ahli fiqih. Beliau adalah Alhafidz Ibnu Hajar AsAsqalani.

Dimana-mana banyak orang orang pakai kitab beliau ini, baik di pengajian majelis taklim, kampus, majelis para ulama dan juga para santri di berbagai pesantren.

Kitab ini juga banyak diberi syarah (penjelasan) dan juga diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia.

Lalu dimana tragedinya?

Ibnu Hajar adalah seorang ahli diqih tulen bermazhab As-Syafi'i. Semua orang tahu itu. Tentunya ketika beliau menulis kitab, tidak akan keluar dari mazhab yang beliau tekuni. Tak terkecuali kitab Bulughul Maram ini.

Sayangnya, sekarang kita mendapati kitab itu diberi syarah oleh mereka yang justru menentang mazhab As-Syaf'i sendiri. Hampir semua syarah kitab ini ditulis oleh kalangan 'lawan'.

Karuan saja meski kitab ini digunakan untuk mengaji dimana mana, tapi hasilnya malah semakin mengecilkan peran mazhab As-Syaf'iyah sendiri.

Bahkan versi terjemahan ke Bahasa Indonesia pun tidak lebih baik. Footnotenya rata malah menolak apa yang dibenarkan dalam mazhab penulis aslinya.

Benar benar tragedi.

Setidaknya pemberi syarah dan pemberi footnote memberi sedikit saja respek dan penghormatan kepada sang muallif. Ini kitab beliau, janganlah dibelokkan arahnya kepada kebalikannya. Kalau mau membela pendapat sendiri ya tulis saja kitab lain. Jangan 'menipu' kalangan awam dengan cara kurang terhormat. Sangat tidak etis dan terlihat kurang profesional.


Yang menggunakan cara macam ini bukan kelompok tertentu tetapi banyak kalangan tanpa harus menyebut nama kelompoknya. Malah kita agak kesulitan buat kita mencari syarah bulughul maram yang esensinya sejalan dengan mazhab penulisnya. Saya membaca banyak kitab mazhab Hanafi spt karya AlQuduri yaitu atTajrid. Beliau profesional sekali ketika menyampaikan perbedaan pendapat. Mana yang mazhab Hanafi dan mana yang mazhab Syaf'i dijelaskan apa adanya. Tidak licik membelokkan dan menutupi apa yang tidak disukai. Akhlaq para salafunasshalih memang kurang banyak dipakai lagi hari ini. Semagat membela pendapat kelompok sendiri secara membabi buta dengan mengatanamakan 'kebenaran' nampak sekali tidak profesionalnya. Semoga kita bisa adil kepada para ulama


Kalau yang seperti itu kita menamakannya talfiq bainal mazahib ya akhi. Dan talfiq itu adalah campur aduk semua mazhab sesuai selera masing2. Setiap orang boleh mentalfiq untuk pribadi sendiri. Tetapi dalam mengajarkan ilmu para fuqaha sangat tidak etis kalau kita malah menjatuhkan yang satu dan menegakkan yang lain. Semua dihormari dan silahkan siapa saja bebas pilih yang mana saja.


Kita tidak perlu melakukan kritik pada apa yang sudah final di tiap mazhab. Mengkritik suatu pendapat dalam sebuah mazhab tidak bisa hanya bermodal ilmu hadits. Sebab istimbath hukum hukum bukan semata mata hadits shahih atau tidak. Ada lusinan istidlal yang harus digunakan. Siapa saja boleh mengkritisi pendapat mazhab tapi kalau levelnya cuma segituan doang ya nggak pantas lah. Jangan terlalu merasa diri pintar. Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya berapa banyak hadits yang mesti dihafap oleh seorang yang mengaku mujthaid. Jawabnya 500 ribu. Siapa yang hafal 500ribu hadits hari ini? Jujur sajalah nggak ada. Level kita 10 derajat di bawah para ulama mazhab. Hafal hadits cuma beberapa bij doang kok merasa lebih pintar? Lalu merasa sudah berhak berkata hum rijal wa nahnu rijal? 

Ibnu Shalah dan Ibnu Hajar AlAsqalani itu jagoan ilmu hadits paling top. Mereka pun bermazhab syafi'i dan tidak merasa rendah diri dengan bermazhab. Sebab mereka tahu diri meski sudah memenuhi syarat mujtahid tetapi di atas mereka masih ada level mujtahid yang lebih tinggi lagi. Sekedar menghormati ulama yang lebih tinggi ilmunya kok tidak ikhlas? Malah menuduh taqlid dan kuper? Siapa yang taqlid dan siapa yang kuper?

Ustadz Ahmad Sarwat, Lc
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

1 comments :

  1. Itulah beda Ilmu yang bersanad dan Ilmu yang didapat dari Kitab tanpa Sanad

    https://pemudade.wordpress.com/2018/02/24/perbedaan-ilmu-yang-bersanad-dan-ilmu-tanpa-sanad/

    ReplyDelete